Aku selalu ingin menuju rumah itu. Entah kenapa, ada sesuatu yang terus saja menggodaku untuk menapakkan kaki di istana agung, yang (konon) menawarkan sejuta kesejukan bagi setiap hati yang sepi.

Istana itu sangatlah sederhana. Tapi keagungannya mampu mengaburkan segala sudut pandang tentang definisi kesederhanaan. Ia telah menjadi tujuan akhir bagi setiap orang, juga bagiku. Sekali waktu, ijinkan aku berada di sana. Meneguk secangkir teh manis, bersama ibu yang telah menunggu di ambang pintu.
Aku ingin pulang. Sesekali saja, walaupun akhirnya aku akan kembali pergi dan melanjutkan sisa-sisa pengabdianku di rumah yang lainnya.
Sesungguhnya, aku telah lama mencari jalan kepulangan bagi setiap orang. Tapi semakin aku mencarinya, berusaha mendekatinya, saat itu pula ia kemudian menjauh. Begitulah seterusnya. Jalanan penuh darah dan nanah itu telah mempermainkanku dan menumbuhkan kesadaranku; janganlah kamu mencarinya. Biarkan jalan itu yang menghampirimu. Persiapkan jiwamu untuk menyambut jalan kepulanganmu!
*****
Kemarin, jalan lapang itu (kembali) dibuka bagi setiap orang. Tapi nampaknya itu bukanlah untukku. Aku terlalu sibuk menjalani apa yang memang seharusnya kulakukan. Menjalankan hukuman sebagai seorang anak dari sosok mahluk yang lainnya. Aku merasa tak pantas ikut dalam upacara kemenangan itu. Aku enggan merayakannya.Karena aku, hanyalah sepenggal kata dalam semesta. Hanya sepenggal saja! Aku terlampau kecil untuk menyatu dalam upacara ini. Maka seperti bulan-bulan sebelumnya, aku kembali berdamai dengan diriku sendiri. Ya, aku memang lebih memilih berdamai dengan hatiku saja. Seraya berharap, kemenangan itu akan datang kembali, hanya untukku. Sebuah kemenangan yang memang kuperjuangkan dengan pikiran, perkataan dan perbuatanku. Dengan kemenangan inilah, aku merasa cukup pantas kembali berada dalam rumah itu. Menyatu kembali denganNya di dalam rumah Tuhan.
Renungan Hari Raya Galungan,
konon merupakan upacara kemenangan dharma melawan adharma
Gambar diambil dari sinikonon merupakan upacara kemenangan dharma melawan adharma