Tampilkan postingan dengan label Semi Privasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Semi Privasi. Tampilkan semua postingan

………………….

Jika ada hal yang kutakutkan, barangkali itu adalah sebuah kehilangan….
(Kebohongan, candaan. Mungkin ini yang mengawali kisah percintaanku dengannya. Gadis kecil yang diselimuti nada-nada di sekelilingnya)

TAK pernah sedikitpun terbayangkan jika aku akan menjalin asmara dengannya. Sungguh, ia hanyalah gadis yang biasa. Jika ada hal yang istimewa darinya, itu hanyalah suaranya. Saat itu aku hanya jatuh cinta pada suaranya, bukan pada pemilik suara itu. Hanya suaranya saja!

Di suatu masa di senja itu, diantara keriuhan alunan gitar, perkusi, biola, bas, suling, suara fals dan sumbang, sesekali aku mencuri pandang kepadanya. Menikmati suaranya, mendengarkan bait demi bait lagu yang mengalun dari bibirnya. Seksi….

Aku ingin mendapat perhatian lebih darinya. Meski ku tahu, sesekali, ia juga melempar pandang padaku, menawarkan senyum abadi yang hingga kini masih setia diberikannya untukku. Aku merasa teduh, mendapatkan sesuatu yang hingga kini masih menjadi milikku. Utuh.

*****

“Kemarin itu kakak ngomong apa, sich?”

Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel Siemens-ku di senja itu, hampir dua tahun silam. Aku mengerti maksudnya. Ia memang seorang gadis kecil yang tak pernah merasa “tenang” apabila tidak menemukan jawaban yang memuaskannya. SMS itu bermula ketika aku membisikkannya kalimat tak jelas di telinganya, di sela-sela latihan persiapan latihan musikalisasi kelompok kami —Penyanyi Sakit Jiwa.

“Gak ada apa-apa. Aku hanya menggumam gak jelas,” kataku sekenanya.

Seperti yang sudah ku duga, jawabanku tak memuaskannya. Ia kembali memberondongku dengan berbagai pertanyaan, masih dalam konteks yang sama.

Aku bingung. Diantara kemelut itulah, sifat jahilku kambuh lagi.

“I love you.” Aku mengiriminya SMS seraya menyeringai. Sungguh, sama sekali tak pernah terpikir aku akan mengirim pesan seperti itu. Aku diam saja, menunggu reaksinya yang rupanya disambutnya dengan makna pesan yang sama.

*****

Hampir dua tahun aku menjalani percintaanku dengannya. Belakangan akhirnya ku tahu jika ia hanya bercanda ketika mengungkapkan memiliki perasaan yang sama denganku. Ya, sama sepertiku ketika pertama kali mengungkapkan “cinta” padanya. Percintaan kami diawali dengan sebuah kebohongan, candaan, guyonan, yang akhirnya justru melabuhkan perasaan yang awalnya kami ingkari ke dalam satu komitmen percintaan yang tulus, apa adanya.

Dengan Andari —gadis kecil itu, aku menemukan kisah percintaan yang tak biasa. Aku begitu nyaman. Tidak ada kepura-puraan dalam cinta kami. Aku dan dia!

Sampai kini, kami telah terbiasa bersama. Hampir setiap hari, waktuku kuhabiskan untuk menemaninya. Meski kadang bosan merayap, aku tetap berusaha bertahan seraya meyakini, dialah gadis itu. Gadis yang akan menemaniku, hari ini dan esok nanti. Gadis yang akan memandangku dengan tatapan teduh penuh cinta. Gadis yang akan senantiasa setia memberiku senyum tulus, tanpa keterpaksaan, meski sangat berbeda dengan senyum yang seringkali ku berikan padanya.

Maka, jika ada hal yang kutakutkan dalam dunia ini, barangkali itu adalah sebuah kehilangan. Bukan kehilangan Andari, tapi kehilangan perasaannya, senyumnya, tatapan teduhnya dan ketulusan cintanya yang hingga kini masih kurasakan, sama seperti ketulusan yang ditawarkannya dulu.Ya, aku takut kehilangan itu semua!

-------THE END-------


Nb:
Cerita ini tak hendak kuberi judul. Aku tak ingin kisah ini hanya berjalan ataupun berhenti sebatas peristiwa biasa saja.

Jika suka dengan kisah ini, vote saya, heheee.... Cukup KLIK dan beri KOMENTAR di link ini saja.

'Kontes
Peserta kontes cerita cinta, Vote meDidukung oleh Seno
Muntahkan pikiranmu, sobat...

Terlahir Kembali?

Belakangan ini menjadi hari yang berat bagiku. Persoalan demi persoalan datang, hilir mudik! Tumpang-tindih hingga merupa bagian-bagian tak berbentuk lagi.

Masalah-masalah itu sebenarnya hanyalah hal yang biasa. Sebuah upacara yang mungkin setiap hari mengiringi jejak-jejak kakiku. Barangkali, situasi yang membuatku cukup terpuruk dengan keadaan ini. Aku lemah, mungkin juga kalah!

Kalah oleh keadaan. Aku disudutkan berbagai persoalan yang justru lahir dari pikiranku sendiri, perbuatanku sendiri! Entahlah. Satu hal yang kutahu, aku sama sekali tak pernah dikalahkan persoalan-persoalan itu. Justru, aku dikalahkan sebuah kekuatan. Sebuah perilaku paling purba dalam kehidupan manusia.

Ya, mungkin aku tak sepenuhnya dapat memahaninya. Seberapa pun besar kesalahan yang kulakukan, ia tetap seperti yang kukenal. Cinta, kasih dan sayangnya masih sama, utuh seperti sedia kala.

Dia memberiku kekuatan, meski ku tahu itu terasa sulit baginya. Merangkulku dengan sisa-sisa semangatnya. Masih dengan tatapan yang dulu! Aku merasa terlahir kembali dan dihadapkan pada dua pilihan; memberikannya kesejatian, atau kembali menjatuhkannya dalam lorong kelam tak berkesudahan?

Entahlah! Aku hanya ingin membiarkannya mengalir. Seraya berharap, perjalanan ini membawaku pada sebuah muara yang dihiasi kicau burung dan senja yang tetap menggelayut ramah. Untukku, dan untuk kita....
Muntahkan pikiranmu, sobat...

 
Wendra Wijaya

Buat Lencana Anda