~ pandangan awam tentang kasus "pemberedelan" Jimbarwana TV
Aneh! Itulah kata pertama yang terlintas di pikiranku. Mungkin juga, kata itu menjadi kata pertama bagi semua orang. Ternyata dalam sebuah negara yang telah menjamin kebebasan pers, masih saja ada pemberedelan terhadap media!
Seperti yang terjadi di sebuah kota kecil bernama Jembrana-Bali, pemberedelan ini sedang berlangsung. Jimbarwana TV sebagai media pemerintah menjadi sasaran oknum yang mengatasnamakan hukum untuk memberangus keberadaannya. Ah, Bali memang sedang panas menjelang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali 9 Juli 2008 ini.
Bagi sebagian besar masyarakat, termasuk saya sendiri, penghentian paksa siaran Jimbarwana TV ini tak lebih dari kepentingan politis menjelang Pilkada. Adalah Bupati Jembrana, Prof. I Gede Winasa, menjadi salah satu calon kuat dalam Pilkada Bali ini. Melihat berbagai realita yang menimpanya (sebelum “pemberedelan” itu terjadi), tampaknya Winasa telah dijadikan “musuh bersama”, terutama oleh calon dari mantan “tuan rumahnya”. Alasannya? Winasa lebih memilih mencalonkan diri melalui partai lain daripada hanya mendekam di dalam kandang tanpa bisa berbuat apa-apa!
Bagi beberapa orang (terutama kader fanatik partai), perilaku “kutu loncat” itu tentunya tidak dapat dimaafkan. Tapi di sisi lain, justru sikap politik yang diambilnya mendapat apresiasi yang luar biasa. Langkah Winasa dinilai sebagai sikap seorang negarawan, bukan elit politik partai tertentu.
Posisi Winasa sebagai “musuh bersama” pun berimbas pada segala hal yang berhubungan dengannya. Dan yang teranyar, tentunya pemberangusan terhadap media Pemkab Jembrana, Jimbarwana TV, yang selama ini cukup gencar mempublikasikan langkah dan kerja Winasa untuk memajukan Jembrana.
Begitulah! Kekesalan dan berbagai tanda tanya memang sedang melayang-layang di dalam pikiran banyak orang, terutama masyarakat Jembrana. Apanyakah yang salah sehingga Jimbarwana TV menjadi korban? Kenapa televisi lokal lainnya masih diberi kesempatan untuk tetap siaran meski letak kesalahannya sama? Dimanakah letak keadilan di negeri ini?
Masih pantaskah pemberedelan ini diteruskan? Haruskah sebuah pesta demokrasi mengorbankan hidup puluhan karyawan yang bernaung di bawahnya? Atau jangan-jangan, saya memang tengah hidup dalam sebuah massa dimana arogansi kekuasaan kembali menunjukkan taringnya? Entahlah! Sampai saat ini pun, pertanyaan-pertanyaan ini masih menjejali pikiran saya. Entah....
Aneh! Itulah kata pertama yang terlintas di pikiranku. Mungkin juga, kata itu menjadi kata pertama bagi semua orang. Ternyata dalam sebuah negara yang telah menjamin kebebasan pers, masih saja ada pemberedelan terhadap media!
Seperti yang terjadi di sebuah kota kecil bernama Jembrana-Bali, pemberedelan ini sedang berlangsung. Jimbarwana TV sebagai media pemerintah menjadi sasaran oknum yang mengatasnamakan hukum untuk memberangus keberadaannya. Ah, Bali memang sedang panas menjelang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali 9 Juli 2008 ini.
Bagi sebagian besar masyarakat, termasuk saya sendiri, penghentian paksa siaran Jimbarwana TV ini tak lebih dari kepentingan politis menjelang Pilkada. Adalah Bupati Jembrana, Prof. I Gede Winasa, menjadi salah satu calon kuat dalam Pilkada Bali ini. Melihat berbagai realita yang menimpanya (sebelum “pemberedelan” itu terjadi), tampaknya Winasa telah dijadikan “musuh bersama”, terutama oleh calon dari mantan “tuan rumahnya”. Alasannya? Winasa lebih memilih mencalonkan diri melalui partai lain daripada hanya mendekam di dalam kandang tanpa bisa berbuat apa-apa!
Bagi beberapa orang (terutama kader fanatik partai), perilaku “kutu loncat” itu tentunya tidak dapat dimaafkan. Tapi di sisi lain, justru sikap politik yang diambilnya mendapat apresiasi yang luar biasa. Langkah Winasa dinilai sebagai sikap seorang negarawan, bukan elit politik partai tertentu.
Posisi Winasa sebagai “musuh bersama” pun berimbas pada segala hal yang berhubungan dengannya. Dan yang teranyar, tentunya pemberangusan terhadap media Pemkab Jembrana, Jimbarwana TV, yang selama ini cukup gencar mempublikasikan langkah dan kerja Winasa untuk memajukan Jembrana.
Begitulah! Kekesalan dan berbagai tanda tanya memang sedang melayang-layang di dalam pikiran banyak orang, terutama masyarakat Jembrana. Apanyakah yang salah sehingga Jimbarwana TV menjadi korban? Kenapa televisi lokal lainnya masih diberi kesempatan untuk tetap siaran meski letak kesalahannya sama? Dimanakah letak keadilan di negeri ini?
Masih pantaskah pemberedelan ini diteruskan? Haruskah sebuah pesta demokrasi mengorbankan hidup puluhan karyawan yang bernaung di bawahnya? Atau jangan-jangan, saya memang tengah hidup dalam sebuah massa dimana arogansi kekuasaan kembali menunjukkan taringnya? Entahlah! Sampai saat ini pun, pertanyaan-pertanyaan ini masih menjejali pikiran saya. Entah....
Sebuah celotehan ngelantur.....
Mudah-mudahan apa yang saya tuliskan ini
adalah pemikiran yang salah!!!
Mudah-mudahan apa yang saya tuliskan ini
adalah pemikiran yang salah!!!
7 komentar sahabat:
Om swastyastu
Saya Juga Bingung dengan sistem di indonesia...kebebasan kita ber ekspresi..kayaknya mulai terpasung di negeri yang selalu menggembar-gemborkan kebebasan....apa kita ga malu ???? orang gila kayak saya saja malu dan bersedih....
Om sathi..shanti..santhi..om...
hihik..
udah lah gak usah pusing, emang udah kayak gitu jalannya..dari dulu pun gak berubah,,
mendingan ng'blog aja buat ngilangis sress..hehe
la kenal nih.. aku naksir header kamu
sejutu, dari pada kita mikirin pusing2 tapi ga da respon baliknya kan bikin pusing sndiri, mending kita mempercantik blog kita dgn tulisan2 yang berguna untuk anak cucu kita :P
layak... ga layak... mari kita tanyakan ama rumput yang bergoyang... hiks..hiks...
OSA (tiruin bona ah, hehe)
hmmph...
ngeri juga sih kalau itu memang benar adanya.
semakin enggak ngerti aja nih sama orangorang indonesia. sukanya ribut melulu.
kayaknya sumbu menuju amarah itu pendek sekali, makanya sekali kena gesek dan merasa posisinya di'goyang' eh, malah melakukan halhal yang tidaktidak.
bikin bingung
janganjangan lama kelamaan kita bisa bosen ributin masalah model gini, dan akhirnya ketidakadilan (ciee) akan dianggap sebagai sesuatu yang wajar. trus didiemin ajah deh. parah donk
:P
pokoknya merdeka deh!
(upps, sorry ngelantur neh)
masalah izin ya? apa cuma itu? terus katanya tv yang satunya lagi juga kena, la kok ga roboh, ga dibredel juga? malah tambah ngawur. masa pilkada orang semua tv pada nayangin quick count, tv yang ngaku lokal ini malah santai-santai dengan klip lagu..
Sangat memprihatinkan memang.. bila kebebasan yang telah dijanjikan direnggut seperti itu.. apalagi dengan alasan latar belakang politik...
Tpai bener... daripada pusing-pusing mikirin itu... mending ngeblog ajah... he.he.he..
*kabuur..*
Posting Komentar