Panggung Seni Budaya, Panggung Kehidupan Ayu Laksmi

Bermula senyap, suara menggema kemudian menyusup keheningan. Dengan teratai di tangan kanannya, seorang perempuan tertunduk, khusyuk. Dari bibirnya, mengalun lembut Gayatri Mantram. Perlahan, lalu mendadak dilafalkan dengan ritmis semakin cepat.

Demikianlah, Ayu Laksmi membuka music show Gempita Gianyar ke III dengan memindahkan nilai-nilai spiritualitas ke atas panggung. Ini dapatlah diterima sebagai bentuk penghormatan terhadap local genius yang (masih) dipegang teguh masyarakat Bali, yang menjadi doa serta pujian-pujian bagi Tuhan dan semesta kehidupan.

“Sebuah wilayah memiliki kearifan lokal masing-masing. Kalau begitu, kenapa kearifan ini tidak kita gali? Saya yakin, banyak yang dapat kita gali dari bumi. Demikianlah, saya berupaya menggali dan menerjemahkan kearifan lokal yang dikandung Bali sebagai tanah leluhur saya, dengan kidung kontemporer khas saya sendiri sebagai representasi,” tutur Ayu Laksmi, yang saat itu juga menyanyikan lagu Gangga karya Dewa Budjana yang diawali kidung Tirtha karyanya sendiri, dan berduet dengan Gita Gutawa dalam lagu Putri Cening Ayu.

Pada prinsipnya, Ayu Laksmi selalu berusaha menempatkan kerja sebagai bagian dari doanya. Maka ia sangat antusias melihat perkembangan musik di Bali yang telah membuka ruang demikian besar bagi pentas musik dengan spirit seni budaya. Apalagi saat ini, panggung seni budaya telah dikemas menjadi sebuah pertunjukan yang dapat diterima berbagai kalangan. Dengan kemasan yang menarik, kolaborasi tersebut juga telah memberi kesempatan dan porsi yang sama terhadap seniman kontemporer dan tradisi.



“Saya gembira ruang pentas seni budaya sudah banyak digemari. Sekarang saya sudah menemukan komunitas panggung. Tak tanggung-tanggung, pentas itu dikemas secara profesional oleh orang profesional seperti Jay Subiakto. Gempita Gianyar itu salah satu contoh kecil saja. Ini sungguh perkembangan yang sangat positif mengingat rumor yang berkembang menyatakan pentas seni budaya lebih sering diapresiasi di luar negeri daripada di negeri sendiri,” tegasnya, seraya mengaku sebelumnya ia selalu kesulitan menemukan panggung untuk pertunjukannya.

Sulitnya Ayu Laksmi menemukan panggung seni budaya diamini Oleg Sancabachtiar, salah seorang art director. Menurutnya, sangatlah sulit “menemukan” Ayu Laksmi dalam panggung yang sebenarnya, yakni panggung seni budaya. “Saya rela jauh-jauh datang dari Jakarta hanya untuk menyaksikan show Ayu Laksmi,” jelasnya.

Beberapa penonton dan jurnalis yang sempat menyaksikan pertunjukan tersebut sepakat menyatakan Ayu Laksmi telah berhasil memindahkan nilai-nilai spiritualitas ke atas panggung pertunjukan. Ini tak lepas dari performance-nya yang teaterikal di dalam upayanya menerjemahkan makna lagu yang dilantunkan.


“Ayu Laksmi tak bisa dipisahkan dari teratai, dupa, dan magis. Semua itu sudah menjadi semacam identitas yang melekat kuat dalam dirinya. Ia selalu metaksu dalam setiap performance-nya,” kata Rumpoko Budi Nugroho.

Sementara itu, dalam waktu dekat, tepatnya Rabu (7/7) malam, Ayu Laksmi akan menjadi guest star Balawan and Batuan Ethnic Fusion dalam Pentas Kesenian Bali (PKB) di panggung budaya Art Centre. Ini adalah kali pertama ia tampil dalam acara tersebut, setelah penantiannya selama bertahun-tahun. “Itu pun karena saya diajak Balawan. Mudah-mudahan di tahun-tahun mendatang, saya bisa tampil lagi di panggung paling akbar di Bali itu,” tukas Ayu Laksmi.

Lihat Tulisan Lainnya:



3 komentar sahabat:

Anonim mengatakan...

wah, menemukan orang jembrana..
salam kenal bli...
http://ruangkata.wordpress.com/2010/07/08/penjelajahan-gitar-balawan/

Posting Komentar

 
Wendra Wijaya

Buat Lencana Anda