Komersialisasi Pendidikan di Indonesia

Dunia pendidikan tak ubahnya sebuah mata air kehidupan yang senantiasa harus dijaga dan terjaga kejernihannya. Komitmen ini tentunya harus tetap dipegang teguh seluruh warga negara, terutama para penyelenggara pendidikan itu sendiri, sebagai bentuk tanggung jawab moral mereka di dalam wilayah pencerdasan bangsa ini.

Tapi sayangnya, komitmen ini tidaklah pernah berjalan sesuai kesejatiannya. Potret buram dunia pendidikan di Indonesia masih saja tetap membayangi tahap demi tahap perjalanannya. Ironisnya, wilayah ini sering pula dijadikan “lahan basah” oleh para oknum untuk kepentingan pribadinya. Hal ini pun telah merasuk ke dalam tubuh dan sistem pendidikan itu sendiri. Ya, kini dunia pendidikan memang telah dikomersialkan. Ini adalah sebuah realita!

Komersialisasi ini pun telah berdampak pada tingginya biaya pendidikan. Secara gamblang, masyarakat “disuguhi sesuatu” yang (seolah-olah) mengamini kondisi tersebut. Contoh sederhana dapat dilihat ketika memasuki tahun ajaran baru. Tak terbayangkan betapa banyaknya orang tua yang mengeluh akibat buku pelajaran yang digunakan tahun ajaran sebelumnya tidak lagi dapat digunakan di tahun ajaran berikutnya.

Kondisi ini tentu sangat memberatkan masyarakat yang sebagian besar masih hidup di bawah garis kemiskinan. Siswa dipaksa menggunakan buku pelajaran baru sebagai pengganti buku lama yang konon “tidak layak” dipakai acuan lagi, dengan harga yang relatif tinggi. Padahal jika dicermati, materi atau pokok bahasan di dalamnya sama persis, tanpa ada “ilmu” baru yang dicantumkan.

Permasalahan dunia pendidikan tentunya tidak hanya sebatas buku-buku pelajaran saja. Masih banyak pula bentuk-bentuk komersialisasi tak jelas, seperti pungutan-pungutan “sukarela”, namun dengan jumlah minimal yang telah ditentukan masing-masing lembaga pendidikan.

Di sisi lain, pengelolaan dunia pendidikan kita juga masih menggunakan konsep liberal. Artinya, konsep dunia pendidikan ini lebih mengutamakan kompetisi daripada persamaan hak untuk memperoleh pendidikan. Jika tetap mengedepankan pola ini, bagaimana nasib siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu? Begitu mudahkah sistem merampas hak-hak mereka?

Kondisi dunia pendidikan seperti sekarang ini semestinya tak perlu terjadi apabila dikelola secara iklas. Pemerintah harus lebih mengedepankan konsep Pancasilais dengan mengutamakan persamaan hak secara berkeadilan. Konsep ini berarti seluruh masyarakat memiliki hak yang sama di dalam menempuh pendidikan, tanpa ada batasan si kaya dan si miskin. Bukankah pendidikan merupakan hak dasar masyarakat yang telah dijamin UUD 1945?

Ya, kita hanya bisa menunggu waktu hingga kesadaran dan keiklasan pemerintah dan oknum yang "bermain" itu tumbuh untuk menjaga kejernihan sumber mata air ini.

Lihat Tulisan Lainnya:



36 komentar sahabat:

Gun mengatakan...

tapi kayaknya itu cuma mimpi dan angan2 aja...

Harusnya gitu yah..
kalo hal itu udah disadari...
Jovie harusnya gak Drop Out dari kampus nih...

Azwar mengatakan...

pendidikan adalah salah satu jalan untuk bisa meraih rupiah. tentunya dengan menkomersialisasikannya. Yang untung siapa? tentunya "oknum" yang senangtisa mengeruk habis "EGP= Emang Guwe Pikiran" salah satu aset bangsa ini "PENDIDIKAN"

sungguh ironis memang, tapi inilah kenyataan, yang didak boleh dipandang sebelah mata..
TUJUAN PENDIDIKAN sepenuhnya terlaksana? masih tanda tanya besar

laurencia mengatakan...

betul banget!
apalgi sekarang disini musim yang disebut "nasional plus" yang pake bhs inggris sebagai pengantar ..
weleh2 ..uang sekolahnya amboy...
buku2nya pun bikin gubrags...mahalnya...

saya, cuman ibu2 RT yang ngga ngerti dah macem2 ttg kurikulum ini itu ..dsb ..
cuamn yang saya pertanyakan, kenapa yang saya lihat disini (en saya alamin sdr) selain buku yang ganti melulu, juga kenapa anak2 tersebut masih harus di leskan lagi...

en bukan karena, kami ngga mau ajarin, tapi emang anak2nya ngga ngerti kalo cuman dapet dr sekolah.. trus ngapain yaa mereka disekolah?? ga cuman 1 or2 anak yang les, bahkan hampir semua ...

AAAAAAAAAAAAAAAhhh

maafkan daku wen, bukannya komen malah bawel, en mencurahkan isi kalbu..maklum yaaaa ibu2

btw... gimana ttg "home schooling"
ayo2 dibahasssss

Anonim mengatakan...

keren.. ini lah dunia kita bro..yg namanya kejahatan kerah putih.. indonesia ini benci komunis..tp otak dan prilakunya lebih kejam dari komunis..

maju indonesiku......
go pendidikan anak bangsa

Indah mengatakan...

Jadi mikir ntar Rania dan Saskia, masuk sekolah biayanya berapa ya...jaman sekarang serba mahal..mesti kerja keras neh. Masih ada yg memanfatkan pendidikan untuk mencari keuntungan pribadi....

Kang Boim mengatakan...

ga hanya pendidikan segala sektor kehidupan yang ada di indonesia ini udh jadi komersil semua..."bisa di bilang masyarakat indonesia ini hidup dalam hotel kelas melati....dengan fasilitas yang tidak bagus...tetapi biaya yang harus dikeluarkan sekelas hotel bintang 5"

Arjuna Valentino mengatakan...

dunia pendidikan ibarat lintah darat bermerek, menguras penghasilan kita secara halus tapi pasti. namun, tanpa pendidikan khan kita ngak tau tuch yang namanya lintah darat,, hehe emang rumit..!!!!si dunia sarang tikus ini. weeekkkk??

Anonim mengatakan...

pendidikan sebagai usaha memajukan budaya bangsa merupakan harapan yang harus terus diperjuangkan, komersialisasi, privatisasi pendidikan telah membuat anak2 petani, buruh, pedagang, para pemulung,pemuda desa tidak mampu mendapatkannya..
konkrit sudah bahwa WTO dengan koorperasinya dan melalui kaki tangannya rezim kuasa anti rakyat,anti kritik dan anti demokrasi telah menjajah kembali bangsa ini, pendidikan kita hanya menghasilkan sengkrup2 imperialisme dan menjadi buruh2 murah di negeri sendiri.
APBD dimakan habis hanya untuk keprluan kunjungan dan jalan2..tapi 20% untuk pendidikan tidk bisa terelasasi dgn penuh, APBN kita 40% tahun 2007 dipakai hanya untuk bayar hutang..sungguh menyedihkan..lalu apa yang akan kita lakukan...?????

Anonim mengatakan...

pesan ini boleh disampaikan pada babak gubernur kita yang baru. meski tak menjanjikan pendidikan gratis, paling tidak pendidikan yang merata..

adinda andi anas mengatakan...

yah..akhirnya lagi2 yg bisa mengecap pendidikan yang memuaskan yah orang yang punya kekuatan secara ekonomi, sedangkan yang ekonomi lemah, cuma bisa ngelus dada, tarik nafas dan kerja lebih keras untuk bisa nyekolahin anak atau cuma bisa pasrah diri aja buat tuntutan hidup yg dianggap lebih penting drpd pendidikan sang anak,

kemana yah tu dana BOS???
masih banyak aja tuh kayanya berita2 soal pungutan2 disekolah!!!

Theresia Maria mengatakan...

Prihatinnn...gimana generasi mendatang bisa pinter...mereka udah duluan setres mikir ortunya entar gak bisa bayar, anak2 gak bisa konsen donk ke pelajaran. Jadi sedih niy...:(

Anonim mengatakan...

memprihatinkan

seperti lagu slank
"generasi masa depan gak berpendidikan-penyakitan"

PLUR

Eucalyptus mengatakan...

Gak ada abis2nya ya klo ngomongin "borok" dan carut marutnya oknum di bidang pendidikan ini... Sampai kapan pemerintah mau concern di bidang ini?

Benny Andhika mengatakan...

padahal anak2 itu kan aset bangsa ya.. siapa lagi yang mau nerusin kelangsungan bangsa kita kalo bukan mereka..

Fajar Indra mengatakan...

bener tuh mas... nggak seharusnya pendidikan di komersilkan... tapi ya, seperti apa kata orang bijak, dimana ada uang, disitu ada broker... hehehehe

lam kenal,

Gun mengatakan...

@ Fajar Indra : disitu ada uang cepetan panggil saya...hie hie

Anonim mengatakan...

hmmm, pendapat temen2 diatas sejalan dengan pendapatku, jadi bingung mau nulis apalagi.
eh kemana perginya ya tuh cerita tentang subsidi silang?
trus satu lagi..

menurutku tak akan pernah ada yang namanya pendidikan GRATIS di indonesia selama kondisi perekonomian (dan 'moral')kita masih kacau kaya' gini. yang pingin pendidikan GRATIS mungkin terlalu utopis kali yeee. pendidikan gratis mungkin sudah bisa dihandle oleh jerman, tapi plis deeeehhh jerman itu kan negeri yang relatif sudah MAPAN. urusan penduduknya tak lagi sebatas urusan perut.

menurutku lagi,yang dibutuhkan adalah pendidikan yang TERJANGKAU, dan make sense alias sejalan dengan kualitas yang dihasilkan.

itu sepertinya jalan keluar yang lebih bijak dan tak mengadaada.

hmm semoga pendapatku kali ini gak ngelantur lagi ya wen, :p hehehehe

Toni Blog mengatakan...

wah pendapat nya panjang-panjang semua, aku baca saja nih :)

Anonim mengatakan...

di negri ini semua yg menyangkut kepentingan rakyat mah cuman hayalan..
sekolah gratis? ah, itu cuma lipservice doang, fakta nya kan bisa diliat sendiri spt apa..
orang miskin tampaknya ga boleh sekolah..

Anonim mengatakan...

wah, wendra bener-bener pengamat fenomena nih.. huehehehe

hmpf,

masalahnya cuma satu, pemimpin yang udah tua itu udah nggak jaman buat duduk di kursi pmerintahan.
keadaan yang stagnan dan cenderung mundur (aku mikirnya buat seluruh aspek pembangunan deh) ya karena pemimpinyya itu itu aja...

hayoh, sapa yang bapaknya orang pejabat???

Mike.... mengatakan...

skarang aja masuk smu dah ampir sama kayak masuk perguruan tinggi,biayanya mahal...blom lagi kasus sogok menyogok..halah..tambah dipikirin tambah bete..

Anonim mengatakan...

hmmmh...bicara tentang pendidikan jaman sekarang banyak sedihnya.aku sendiri seorang guru yang harus betah menjadi saksi proses didalamnya. pendidikan sudah banyak bergeser dari tujuan mulianya yaitu 'mendidik'.sekolah sekarang semakin meninggalkan 'indonesia'.salah satunya adalah dikomersilkannya pendidikan demi sebuah label sekolah internasional yang sekarang sedang menjamur, misalnya.trenyuh sekali.sekolah indonesia semakin kehilangan identitasnya. ki hajar dewantara mungkin sedang pilu meringkuk di sudut firdaus.

Dadap mengatakan...

Sebelumnya, izinkan aku mencoba berpikir secara antitesis...

Menurutku pendidikan gratis adalah "mebalik kuri". Masyarakat menjadi manja. Coba kita bandingkan dengan subsidi BBM yang pada awalnya hampir gratis, karena subsidi yang begitu besarnya kemudian mendadak dikurangi dan rencananya akan dicabut. Masyarakat yang sudah terpola dalam "pola hidup manja" menjadi ketar-ketir.

Bayangkan jika pendidikan dengan kualitas sekarang digratiskan kemudian tuntutan zaman, misalkan dengan melihat kualitas pendidikan negara tetangga, harus dinaikkan kualitasnya dengan menambah sarana dan prasarana yang menuntut kenaikan biaya pendidikan. Lalu biaya pendidikan harus dibebankan lagi pada masyarakat. Ketar-ketir juga bukan?

Mari kita mulai perdebatan!

rosa devga mengatakan...

hhuuueehehehee......anakku lom sekolah....gimana ya taon2 ke depan pasti tambah muwahal

wendra wijaya mengatakan...

Wendra@teman2 semua> yang saya maksud di sini bukanlah pendidikan gratis. Saya juga sadar bahwa kebijakan itu akan membawa dampak yang besar pada masyarakat.

Yang ingin ditekankan disini adalah pentingnya mengedepankan konsep pendidikan Pancasilais, bukan GRATIS. Artinya, berikan hak dasar masyarakat untuk bersekolah/menempuh pendidikan.

Memberikan keringanan bagi siswa yang kurang mampu, misalnya. Intinya, berikan persamaan hak secara berkeadilan. Bukankah adil bukan berarti menyamaratakan???

tyasjetra mengatakan...

masuk playgrup.. mahaaaaalll..
masuk TK.. mahaaaallll..
masuk SD.. kalo negri, lumayanlah digratisin.. tp qualifiedkah??
duuh, makin jauh dari kategori pinter nih anak2 Indonesia yg dr keluarga yg ekonominya biasa2/kurang..
sedih ngerasainnya..

Mama Beruang mengatakan...

realisasi 20% dana APBN bwt pendidikan.. APA KABAR ya pak SBY?
tu kan bwt mewujudkan pendidikan pancasilais..
btw, gw br denger konsep pendidikan pancasilais..

Anonim mengatakan...

ooo...konsep liberla ya.... gimana klo pake konsep masenchipz aja...he...he...wekekeke
pisss

Anonim mengatakan...

menyedihkan sekali yaaa... sekarang skulah tu mahal.. *bayangin kalo dah punya anak ntar, wuuih.. skulah mahal, eh bangsanya nggak maju2..malah tambah bobrok.. piye..

Anonim mengatakan...

menyedihkan sekali yaaa... sekarang skulah tu mahal.. *bayangin kalo dah punya anak ntar, wuuih.. skulah mahal, eh bangsanya nggak maju2..malah tambah bobrok.. piye..

Anonim mengatakan...

iya nie..mo sekolah dan belajar aja kok susah ya..disini pendidikan sepertinya mahal dan kaya zaman Belanda aja..mau sekolah harus dari orang berada..hikzz..yg jelas..prihatin nie..gmn klo udah jd orang tua yah..yang udah punya anak..duhhh..gregetan deh sm kondisi ky gini..

Anonim mengatakan...

gue yakin bisa ada pendidikan gratis...tapi emang syaratnya sangat berat dan ada kerjasama yang baik diantara semua pihak
banyak pihak yang kaya harus mau terketuk dan diketuk hatinya demi bangsa
bisa dimulai dari lingkungan dari memperhatikan tetangga yang ga bisa sekolahin anaknya
atau seperti yang dirintis oleh bebrapa ibu2 disalah kampung jakarta,meski dengan sarana dan prasarana yang sederhana mereka bisa membuat SEKOLAH GRATIS meski mungkin hanya tingkat SD tapi dari keinginan yang kuat dan kemauan yang mantap disertai niat yang suci semuanya pasti ada jalan...TUHAN ga menutup mata kok..
so ga usah pesimis bro...
nyok kita mulai dari lingkungan sekitar kita,dari tetangga atau saudara kita

I Ketut Riasmaja mengatakan...

Waduh... di mana-mana komersiil... apa-apa dikomersiilkan... sampai-sampai dunia pendidikan pun dikomersiilkan.. padahal itu kan hak seluruh warga negara kan?

Kalo pendidikan mahal sementara masyarakat miskin tidak bisa menikmati dunia pendidikan... kapan pinternya bangsa ini.. lha wong generasi penerusnya gak bisa sekolah gitu... *hiks.. sedih..*

Posting Komentar

 
Wendra Wijaya

Buat Lencana Anda