Pers dan Demokrasi (Pemilu)

Sebagai media informasi komunikasi, pers memegang peran penting dalam proses demokratisasi di dalam bangunan peradaban sebuah bangsa. Tak terkecuali para insan pers di Indonesia. Bagaimanakah semestinya pers memposisikan dirinya, terutama di masa-masa perhelatan pesta demokrasi (Pemilu atau Pilkada) di sebuah wilayah?


Selama ini, utamanya pasca reformasi tahun 1998, negara memang telah memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya kepada pers. Lebih spesifik lagi, jaminan kebebasan untuk mengemukakan pendapat. Tidak lagi seperti pra reformasi, pers pun semakin menunjukkan perannya dalam pembangunan demokrasi bangsa ini. Lebih bebas! Tapi sayangnya, beberapa pers justru terkesan memanfaatkan kondisi ini demi kepentingan komersial! Benarkah?

Sepakat atau tidak, kita harus jujur bahwa tidak seluruh pers di Indonesia mampu memposisikan dirinya sebagai pilar keempat demokrasi. Bahkan saat ini, pers pun telah dikatakan sebagai sebuah industri. Artinya, sesuatu yang telah dinamai industri tentulah berkaitan langsung dengan angka-angka finansial yang akan dihasilkannya.

Memang tak dapat dinafikan, tanpa uang, sebuah media tidak akan bisa “hidup” dan bertahan lama. Namun setidaknya, kondisi seperti itu tidak serta merta harus menjadi dasar pijak berubahnya arah perjuangan pers. Mereka harus tetap menjadi batu karang untuk menciptakan suasana yang lebih demokratis dalam bangsa ini.

Seperti yang terjadi di Bali. Salah satu perusahaan media besar terkesan lebih memilih bergerak di bidang industri daripada mendedikasikan dirinya pada pembangunan demokrasi. Tak ayal, setiap harinya tak satupun “berita baik” yang mereka angkat. Kalaupun ada “berita baik” (contohnya berita yang mengangkat tentang kebijakan pemerintah), itu pastilah advetorial (berita iklan alias bayar). Mungkin saja, mereka masih mengagungkan jargon lama; BAD NEWS IS A GOOD NEWS. Padahal kenyataannya, untuk saat ini, jargon itu telah mentah!

Sepak terjang media kembali riuh pada saat menjelang perhelatan pesta demokrasi. Meski terlihat samar, rupanya insan pers turut memainkan perannya untuk memenangkan salah satu calon pemimpin. Nah disinilah kemudian permasalahannya. Jika media terlibat dan turut menjadi "bagian" tim pemenangan kandidat, salahkah jika ada pendapat yang menyatakan bahwa pers kini tidak lagi berada pada posisi poros tengah? Salahkah jika kemudian ada yang menyebutkan bahwa pers tidak lagi layak menjadi pilar demokrasi?

Dan yang paling disayangkan, pers kita seolah-olah kehilangan idelisme perjuangannya. Ya, ini memang sebuah realita!

Lihat Tulisan Lainnya:



19 komentar sahabat:

Anonim mengatakan...

hell yeah!
apa sih yang tidak bisa dilakukan oleh uang?

mediamedia besar di indonesia itu milik siapa coba?
ayo coba ditelusuri!

Kristina Dian Safitry mengatakan...

ehm..aku orang media dan ngebaca ini aku butuh waktu untuk memahami tulisan diatas.

Anonim mengatakan...

Sejauh mana peran pers dapat berperan untuk memenangkan sebuah partai dalam pemilu? wah kayaknya asik tu bro buat tema skripsi...hahaha....nice article...

Anonim mengatakan...

wah berat banget nie tulisannya..hehehe..klo soal politik ga mudeng aku bro..ga seneng politik..tp berpolitik dan pake taktik politik seneng..huehehe..klo partai-partaian ga ngikut deh..huehehe..harus baca pelan2 nie kayanya biar mudeng..hehehe..

Anonim mengatakan...

ember om...media massa harusnya musti independen... tpi mo gimana lagi... contoh aja... metro Tipi..RCTI..TPI... yg gw tau tuh dari tmen2 blogger ya punya salah satu supporter "kandidat"... he...he.

Kang Boim mengatakan...

kadang saya kurang setuju dengan pers....soalnya saat ini buuuanyak orang yang menyalahkan status persnya untuk mengeruj ke untungan....karena kondidi itu berita yang di sampaikan pun kadang tidak berimbang...tergantung pihak2 yang membuat seseorang pers tersebut menjadi untung...bisa di bilang pers merupakan industri...dimana berita tersebut dapat menaikkan omset penjualannya..maka itulah yang akan selalu di ekspos di media (tidak semua pers ya begitu...peace..)

Azwar mengatakan...

pers sekarang adalah lahan empuk untuk bisa beriklan ria dalam hal pemilihan kandidat "KETUA RT" suatu daerah. Pers di jadikan Papan iklan yang dengan mudahnya dicoret - coret dengan ads mengajak untuk "COBLOS AKU NTRAS DAPAT SATU GELAS CANTIK" ini cuman opini bukan basa basi

Anonim mengatakan...

Selalu ada sisi negatif dan positif dari semua hal, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Bila memang ada yang merasa tersinggung maka mungkin memang perlu memikirkan kembali apa dan bagaimana pekerjaan yang telah dilakukan. Bila baik-baik saja maka bersyukurlah. Yang penting kita bisa menempatkan diri sesuai peranan dan tanggung jawab. Harus mau jujur ada hati nurani (dan itu bukanlah hal yang mudah). Saat hal itu dapat terlaksana, saya acungkan 4 jempol untuk para wartawan yang tetap menjaga etika profesinya.

Mike.... mengatakan...

bad news is a good news?

hhmm..betul juga ya..

tapi menurutku masih lebih banyak sisi positifnya koq bro..

@dewikhami mengatakan...

yah.. rasa-rasanya memang begitu..

ha ha ha..

^^

pers kehilangan peran dan seolah ditimpa kejenuhan..

mungkin era ini harus diganti lagi..?

Anonim mengatakan...

ah..biasalah, pers..
dimana ada celah buat ngais rejeki..ya kesempatan deh

Anonim mengatakan...

HIDUP PERS INDEPENDEN!!! (eh, ada nggak sih??hehehehhe)

Mama Beruang mengatakan...

kali ini setuju!!
bwt gw, pers ko ga pernah netral ya..
mereka pasti condong ke salah satu kubu (which is stakeholder)
ada good news ttp dicari celah boroknya.. biar heboh gitu.. berasa saingan ma infotainment..

Anonim mengatakan...

Pers selayaknya harus tetap menjadi sebuah lembaga independen dan tidak berpihak pada siapapun, karena media mampu membangun tatanan demokrasi dan juga mampu memberangus tatanan demokrasi bangsa ini karena kekuatan pena tidak bisa terkalahkan.

Arjuna Valentino mengatakan...

poros tengah si AMien Rais pun sering bingung, apalagi media kita...terutama yg ada di Bali?, media terbesarnya aja masih pangling dengan identitasnya. Mereka ngak lagi jual koran akan tetapi ngejualin berita, ditandai (*) hehehe.. bayar dulu.....baru dimuat!!!hahahahahaha..gedubragg!!!

Anonim mengatakan...

penyalahgunaan identitas pers itu oknum dan memeng urat malunya dah putus,dunia pers jd industri dan komersil nggak salah, kecuali dapat subsidi dari pemerintah atau dana abadi dari konglomerat bisa jadi idealis. atau ada uang rakyat, akan bisa terus menerus menyuarakan penderitaan rakyat, orang bisa melawan arah karena memiliki power yang lebih, kl tenaga pas-pasan maksain melawan arah yaaa bonyok sendiri.

I Ketut Riasmaja mengatakan...

Waaah.. BAD NEWS IS A GOOD NEWS..? Berarti seneng lihat orang susah dunk..? Wah.wah.wah.. ck.ck.ck..

Posting Komentar

 
Wendra Wijaya

Buat Lencana Anda